ASSALAMUALAIKUM WR WB.
saya akan memberikan anda makalah saya kepada anda pengguna internet,,, gunakan sebaik mungkin yah,, semoga bermanfaat ,, salam saya ANAK NUSAKAMBANGAN.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT yang telah memebrikan
Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mengenai “ AGAMA
ISLAM DAN EKONOMI” Dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana , Semoga
Makalah ini di Dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan , petunjuk maupun
pedoman dalam memehami agama islam dan ekonomi.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
Pengalaman bagi para pembaca , sehingga dengannya kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini supaya kedepanya lebih baik.
Makalah ini Kami akui masih banyak Kekurangan , Oleh karena Kami
harapkan kepeda Para Pembaca untuk memberikan masukan- masukan Yang berisfat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Tangerang, 11 Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………… I
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………………...II
GAMBAR
…………………………………………………………………………...III
BAB
1 ( PENDAHULUAN)
A.
Latar
Belakang ……………………………………………………………1
B.
Tujuan
…………………………………………………………………….1
BAB
II ( PEMBAHASAN)
A.
AGAMA ISLAM DAN EKONOMI
1.
Perkembangan
Ekonomi Islam ……………………………………….2
2.
Paham
ekonomi Islam ………………………………………………...3
3.
Konsep
Uang dalam Islam ……………………………………………5
B.
PANDANGAN ISLAM TENTANG EKONOMI
1.
Pengertian
Ekonomi Islam ……………………………………………8
2.
Prinsip
–prinsip Ekonomi Islam ………………………………………9
3.
Dasar
–dasar Ekonomi Islam ………………………………………...12
4.
Konsep
Dasar Ekonomi Islam ……………………………………….12
C.
PANDANGAN ISLAM TENTANG SYIRKAH DAN RIBA
A.
SYIRKAH
……………………………………………………….15
1.
Pengertian
Syirkah …………………………………………..15
2.
Hukum
dan Rukun Syirkah ………………………………….15
3.
Macam
– macam syirkah …………………………………….16
B.
RIBA
…………………………………………………………….18
1.
Makna
riba …………………………………………………...18
D. PANDANGAN ISLAM TENTANG BANK
1. Pendapat Pengharaman
Bank konvensional …………………………...21
2. Pendapat penghalalan
Bank konvensional …………………………….22
E. PRINSIP DAN KONSEP BANK ISLAM
1. Konsep dasar
operasional Bank islam …………………………………24
KESIMPULAN
……………………………………………………………………..27
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………28
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari- hari kita sebagai mahluk ekonomi erat kaitnya dengan konsumsi,
penjualan , distribusi , usaha dan berbagai macam cara untuk melangsungkan
kehidupan kita sebagai mahluk Alloh. Untuk itu maka sebagai umat manusia Yang
percaya Agama perlu tahu Bagaimana syariat-syariat islam dalam melangsungkan
ekonomi islamnya, seperti cara jual beli yang benar, cara menghendel
perekonomian yang baik dan mengembangkan usaha ekonomi islam yang berbasis
syariah. Firman Allah:
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي
الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
Artinya”Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya
dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;
Sebagai masyarakat awam dewasa ini riba adalah suatu usaha yang
berkembang pesat di masyarakat kita, pertanyaanya apakah Riba di bolehkan dalam
syariat islam , apa alasannya , dan bagai mana caranya yang baik untuk
menjalankan usaha berbasis ekonomi islam, untuk itu dalam pembahasan
selanjutnya kita akan menjabarkan itu semuanya..
Tujuan kita agar mencapai
masyarakat islam yang madanai , bersemakmuran , dan sejahtera .
B.
TUJUAN
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan kita
mencari dan mengamalkan usaha- usaha yang baik dalam ekonomi berbasis islam ,
selain itu kita sebagai umat islam harus tahu bagaimana Bank yang di ajurkan
umat islam Dan Bank yang tidak di bolehkan , kita juga harus tahu apa itu
Syirkah dan riba dan di bolehkan atau tidak , dan bagaimana kita harus
menyikapinya, di samping itu kita berusaha ingin memberitahu pandangan islam
tentang Bank , dan tentang prinsip Dan konsep bank islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
AGAMA ISLAM DAN EKONOMI
Hari ini, dunia sedang dikejutkan
dengan perkembangan yang mencengangkan akan sebuah disiplin ilmu yang
sesungguhnya bukanlah barang baru- yang dipastikan paling banyak menyentuh problem
masyarakat dunia. Saat ini ekonomi Islam sedang mengalami euforia, baik di
negara berkembang, atau di negara maju sekalipun. Industri keuangan serta
bentuk lembaga ekonomi Islam lain tumbuh di seantero jagat, mulai dari Timur
Tengah, kawasan Asia hingga negara-negara Barat seperti Inggris. Di Indonesia,
ekonomi Islam sebagian besar mengejawantah menjadi ‘industri keuangan syariah, utamanya
Bank Syariah yang juga menjadi entitas yang paling laku ‘dijual’ pasca krisis
moneter 1997.
Jika kita menggunakan kacamata
kritis, maka di sana ada hal yang patut kita perhatikan. Perkembangan ekonomi
Islam di tataran praktik, tidak diimbangi dengan pengembangan ekonomi Islam
pada sisi teori. Padahal, sebagai sebuah ilmu, semestinya ekonomi Islam juga
bukan hanya perlu ditransformasikan ke dalam tataran praktisimplementatif tetapi
harus pula diiringi dengan perkembangan di sisi akademis-teoretis. Keduanya mesti
berjalan beriringan.
1.
Perkembangan ekonomi Islam terpecah menjadi 3 Arus pemikiran yaitu:
Pertama,
Mazhab Baqir al-Sadr dengan tokoh utamanya Baqir Sadr dan Ali Syariati. Aliran
ini memiliki paham bahwa terdapat perbedaan mendasar antara ilmu ekonomi dan
Islam. Dan oleh karenanya, istilah ekonomi harus diganti dengan kata
‘Iqtishad’. Mazhab ini pula cenderung tidak menyetujui aksioma ekonomi konvensional
‘limited resources-unlimited wants’.
Kedua, Mazhab Mainstream dengan
tokoh-tokohnya: M.A. Mannan, Umer Chapra, Nejatullah Siddiqi, Monzer Kahf dan
Anas Zarqa. Jika yang pertama berwarna ‘fundamentalis’, yang kedua ini lebih
bersifat ‘jalan tengah’ dalam penyikapan terhadap ekonomi konvensional. Dan
karena sifatnya yang moderat, mazhab ini menjadi paling dominan. Ide-ide yang
ditawarkan menggunakan economic modelling dan metode kuantitatif, serta
didukung oleh lembaga-lembaga besar yang mendukung untuk pengkajian dan
publikasi hasil-hasil kajian mereka.
ketiga dan yang paling kritis adalah Mazhab Alternatif dengan pionernya
Timur Kuran dan Muhammad Arif. Aliran ketiga ini mengajak umat Islam untuk bersikap
kritis tidak saja terhadap kapitalisme dan sosialisme, tetapi juga terhadap
ekonomi Islam yang saat ini berkembang. Menurut pendapatnya Islam pasti benar.
Akan tetapi ekonomi Islam belum tentu benar sebab ia hanya merupakan interpretasi
manusia terhadap ajaran Islam.
Adanya perbedaan tiga mazhab pemikiran
kontemporer tersebut, menurut penulis menunjukkan bahwa ekonomi Islam adalah
dinamis dan di kemudian hari mampu mewujud dalam pengertiannya sebagai sebuah
sistem (Islamic Economic as a System) dan bukan hanya definisinya sebagai
sebuah ilmu (as a Science).
2.
Ada beberapa Paham tentang Ekonomi islam:
Paham Kapitalisme
Kapitalisme, sesuai asal katanya
kapital yang berarti modal, ialah sistem perekonomian yang menganggap modal
sebagai penggerak perekonomian. Kapitalisme mengakui kekuasaan kaum pemodal
(kapitalis) sebagai motor perekonomian yang menanamkan modalnya dengan
mengambil risiko kerugian atas usahanya. Pasar yang dikehendaki sebagai
alokator interaksi supply dan demand yang sempurna dan efisien adalah mekanisme
pasar bebas.
Paham Sosialisme
Sosialisme muncul sebagai antitesis
dari kapitalisme. Ia lahir didorong oleh fenomena kemelaratan kaum buruh dan
petani yang terkena dampak revolusi industri yang telah menyebar ke seantero
Eropa. Sosialisme mengajak umat manusia untuk meninggalkan kepemilikan
individu atas alat-alat produksi -yang mendukung system kapitalisme- dan menyarankan
perlunya penguasaan komunitas (yang dilambangkan oleh negara) atas
perekonomian, sehingga seluruh individu mempunyai tingkat kesejahteraan yang
relatif sama, tanpa adanya ketimpangan distribusi pendapatan dan ‘homo homini lupus’.
Posisi Ekonomi Islam
Jika kita cermati alur masing-masing
pemikiran kapitalisme dan sosialisme di atas, ada banyak kesamaan dengan
ekonomi Islam. Mekanisme pasar bebas yang dianjurkan dalam kapitalisme,
ternyata jauh sebelumnya Rasulullah saw telah menyetujui market mechanism of
price dan menganjurkan kepada umatnya untuk memanfaatkan mekanisme pasar dalam
penyelesaian masalah-masalah ekonomi dan menghindari tas’ir (penetapan harga
oleh pemerintah) jika tidak diperlukan. Namun, bukan berarti penetapan harga
selamanya dilarang, melainkan dianjurkan untuk barang-barang publik (public goods)
dan kondisi khusus lainnya seperti dijabarkan oleh Ibnu
Taimiyyah dalam bukunya, Ahkam al-Suuq (Karim, 2003; Qaradhawi, 2001;
dan Chapra, 2000).
Dus, Ekonomi Islam, sebagaimana
Islam, memiliki sikap yang moderat (wasthiyyah). Ia tidak menzalimi kaum lemah
sebagaimana terjadi pada masyarakat kapitalis, tetapi juga tidak menzalimi hak individu
dan kelompok kaya sebagaimana ada pada system sosialisme-komunisme. Ekonomi Islam
berada pada posisi tengah dan seimbang (equilibrium) antara modal dan usaha,
produksi dan konsumsi, dan masalah pendapatan. Setidaknya ada empat hal yang menjadi
ciri umum dari ekonomi Islam yang membedakannya dengan konsep
perekonomian lainnya:
(1)Pelarangan riba (QS Al- Baqarah: 275)
(2)Implementasi Ziswaf (QS 9: 103),
خُذْ مِنْ أَمْوَلِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُ هُمْ وَ تُزَ كِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيهِمْ
إنَّ صَلَوتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمُ.
Artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar
lagi Mahamengetahui.”(at-Taubah: 103)
(3)Produksi dan Konsumsi barang yang halal (QS 2: 168),
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (١٦٨) إِنَّمَا
يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا
تَعْلَمُونَ (١٦٩
Artinya”. Wahai
manusia! Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh
yang nyata bagimu. (168). Sesungguhnya
setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan apa
yang tidak kamu ketahui tentang Allah. (Qs Al Baqarah -169)
(4)Tidak boros dan bermewahmewahan(QS 25: 67).
وَالَّذِينَ إِذَا
أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
Artinya” Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS: Al-Furqaan Ayat: 67)
3.
Konsep Uang dalam Islam
uang adalah uang yang hanya berfungsi sebagai alat
tukar. Jadi uang adalah sesuatu yang terus mengalir dalam perekonomian, atau
lebih dikenal sebagai flow concept. Ini berbeda dengan sistem perekonomian kapitalis,
di mana uang dipandang tidak saja sebagai alat tukar yang sah (legal tender)
melainkan juga dipandang sebagai komoditas
Fungsi-fungsi lain sepert :
Uang sebagai standard of value (pengukur nilai), store of value
(penyimpan nilai), unit of account
dan standard of deferred payment (pengukur pembayaran tangguh).
Dinar-Dirham dalam Alquran dan Hadits
Dalam Alquran dan Hadits, emas dan
perak telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai
harta dan lambang kekayaan yang disimpan. Ini dapat kita lihat dalam QS. at- Taubah:
34
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ
النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ
الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ
بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Artinya” Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib
Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(QS:
At-Taubah Ayat: 34)
Ayat di atas menjelaskan orang-orang
yang menimbun emas dan perak, baik dalam bentuk mata uang maupun dalam bentuk kekayaan
biasa dan mereka tidak mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan azab yang
pedih. Ayat ini juga menegaskan tentang kewajiban zakat atas logam mulia secara
khusus.
Dalam QS al-Kahf:19,
وَكَذَٰلِكَ
بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ
قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ
قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ
قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ
هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا
فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
Artinya” Dan
demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu
berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau
setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih
mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di
antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah
dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan
itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun.( Qs Al Kahf 19)
Ayat di atas Allah menceritakan
kisah Ashabul Kahf (penghuni gua) yangmenyuruh salah seorang dari teman mereka
untuk membelanjakan uang peraknya (wariq) guna membeli makanan sesudah mereka tertidur
selam 309 tahun di gua. Alquran menggunakan kata wariq yang artinya uang logam
dari perak atau dirham. Di samping itu banyak sekali hadits Nabi Muhammad SAW
yang menyebut dinar-dirham atau menggunakan kata wariq.
Rasulullah SAW bersabda, “Dinar
dengan dinar, tidak ada kelebihan antara keduanya (jika dipertukarkan); dan
dirham dengan dirham, tidak ada kelebihan di antara keduanya (jika
dipertukarkan ).” (H.R. Muslim).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW
menggunakan kata wariq seperti dalam hadis berikut ini: “Uang logam perak
(wariq) yang jumlahnya di bawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat atasnya.”
(H.R. Bukhari dan Muslim).
B.
PANDANGAN ISLAM TENTANG EKONOMI
1.
Pengertian Ekonomi Islam
Pengertian ekonomi ( Robbins 1952): “ Ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dalam mengalokasikan sumber alam secara
efisien / definisi ekonomi positif.
Ekonomi Isalam( al Fanjari) :” adalah
ilmu yang mengarahkan kegiatan ekonomi dan mengaturnya sesuai dengan dasar
dasar dan siasat ekonomi islam .
M.M. Metwally dalam “Teori dan Model Ekonomi Islam” menyatakan bahwa; Ekonomi
Islam dapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang dilandasi oleh ajaran-ajaran Islam
yang bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, ijma’ (kesepakatan ulama) dan qiyas (analogi).
Al-quran dan as-Sunnah merupakan sumber utama sedangkan ijma’ dan qiyas
merupakan pelengkap untuk memahami al-Quran dan as-Sunnah. Islam merumuskan
suatu sistem ekonomi yang sama sekali berbeda dari system system lainnya. Hal
ini karena ekonomi Islam memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan
panduan bagi setiap muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam mempunyai
tujuan-tujuan syariah (maqosid asy-syari’ah) serta petunjuk operasional (strategi)
untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan itu sendiri selain mengacu pada
kepentingan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik,
juga memiliki nilai yang sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan social ekonomi,
serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan materi dan rohani.
Imam Al-Ghazali dalam al-Mustasyfa mengemukakan bahwa tujuan utama syariah adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan manusia yang terletak pada pemeliharaan iman,
hidup akal, keturunan, dan harta. Segala tindakan yang berupaya meningkatkan kelima
maksud tersebut merupakan upaya yang memang seharusnya dilakukan serta sesuai
dengan kemaslahatan umum.
Secara umum tugas kekhalifahan
manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan
kehidupan, serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas. Untuk menunaikan
tugas tersebut Allah telah membekali manusia dengan dua hal utama yaitu:manhaj
al-hayat “sistem kehidupan” dan wasilah al- hayat “sarana kehidupan”,
sebagaimana firman-Nya dalam Al Quran surat Al Luqman ayat 20 :
أَلَمْ
تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ
مُنِيرٍ
Artinya“Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi, dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin. Dan, diantara
manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau
petunjuk dan tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang
memberikan penerangan. ( Al Lukman 20)
Manhaj al hayat adalah seluruh aturan
kehidupan manusia yang bersumber kepada Al Qur’an dan Sunah rasul. Aturan
tersebut berbentuk keharusan melakukan (wajib) atau sebaliknya melakukan
(sunah), juga dalam bentuk larangan melakukan (haram) atau sebaliknya
meninggalkan sesuatu (mubah dan makruh). Aturan aturan tersebut dimaksudkan
untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik yang menyangkut
keselamatan agama, keselamatan diri (jiwa dan raga), keselamatan akal,
keselamatan harta benda, maupun keselamatan nasab keturunan. Hal-hal tersebut
merupakan kebutuhan pokok atau primer (al-haajat adhdharuriyyah) .
2.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip ekonomi Islam dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pemilik mutlak dari semua jenis
sumber daya adalah Allah. Berbagai jenis sumber daya merupakan pemberian dan
titipan Tuhan kepada manusia sebagai khalifah-Nya. Manusia harus
memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam berproduksi guna memenuhi
kesejahteraan secara bersama.
2. Islam menjamin kepemilikan publik
yang diwakili oleh negara atas industri yang menyangkut hajat hidup orang
banyak. Hal ini didasari oleh hadis Rasulullah saw yang menyatakan bahwa
masyarakat punya hak yang sama untuk air, padang rumput dan api. Dari hadis
tersebut dapat disimpulkan bahwa semua industry ekstraktif yang berhubungan
dengan industri air, bahan makanan dan bahan tambang harus dikelola oleh
negara. Tidak seperti ekonomi pasar bebas, dimana pemilikan segala jenis
industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli individu atau sekelompok orang saja.
3. Islam mengakui kepemilikan
pribadi pada batas-batas tertentu yaitu sebagai kapital produktif yang akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apabilan harta yang dimiliki tidak mampu
dioperasionalkan sesuai dengan ketentuan tersebut, maka ia dalam jumlah
tertentu dan dalam periode waktu tertentu akan terkena zakat yang harus
disalurkan kepada pihak-pihak tertentu yang berhak menerimanya.Hal ini berlaku
pula pada pembagian harta pusaka atau warisan. Konsep pemilikan ini sangat berbeda
dengan konsep kapitalis maupun sosialis. Islam menolak terjadinya akumulasi
harta yang dikuasai oleh segelintir orang maupun golongan.
4. Pandangan Islam terhadap harta
adalah:
- Harta sebagai titipan (amanah). (al-Hadid ayat 7, an-Nur ayat 33)
آمِنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ
آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
Artinya” Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.(Qs al- hadid 7)
وَ
لْيَسْتَعْفِفِ الَّذينَ لا يَجِدُونَ نِكاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَ الَّذينَ يَبْتَغُونَ الْكِتابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمانُكُمْ
فَكاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فيهِمْ خَيْراً وَ آتُوهُمْ مِنْ مالِ اللهِ الَّذي
آتاكُمْ وَلا تُكْرِهُوا فَتَياتِكُمْ عَلَى الْبِغاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّناً
لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَياةِ الدُّنْيا وَ مَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللهَ
مِنْ بَعْدِ إِكْراهِهِنَّ غَفُورٌ رَحيمٌ
Artinya” Dan orang-orang yang belum mampu berkawin hendaklah menjaga dia
akan kehormatan dirinya, hingga Allah memberinya kemampuan dengan limpahan
kumiaNya. Dan orang-orang yang hendak membuat perjanjian dari mereka yang
dimiliki oleh tangan kanan kamu, maka perbuatlah perjanjian itu dengan mereka,
jika kamu ketahui bah ada baiknya untuk mereka, dan berikanlah kepada mereka
sebagian daripada harta Allah yang telah dianugerahkan Tuhan kepadamu Dan
janganlah kamu paksa hamba-hamba perempuan melacurkan diri karena mengharapkan
harta dunia, apabila dia ingin hidup bersih. Dan barang siapa yang memaksa
mereka, sesungguhnya Allah karena paksaan atas mereka itu, adalah Maha Memberi
Ampun lagi Maha Penyayang.(Qs N-Nur 33)
- Harta sebagai perhiasan yang memungkinkan manusia menikmatinya
dengan baik asalkan tidak berlebihan karena akan menimbulkan keangkuhan, kesombongan
dan kebanggaan diri.(Ali Imran ayat 14, al-‘Alaq ayat 6-7)
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya” Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).
(QS:
Ali Imran Ayat: 14)
- Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut
bagaimana mendapatkan dan membelanjakannya. (al-Anfal ayat 28)
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Artinya”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu
itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang
besar.( QS Al Anfal 28)
- Harta sebagai bekal ibadah. (at-Taubah ayat 41 dan 60, Ali Imran
ayat 133)
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Artinya”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa,( qs al imran 133)
5. Pemilikan harta harus diupayakan
melalui usaha atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Firman
Allah:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya”Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (al-Jumuah
ayat 10)
3 . Dasar dasar Ekonomi islam
Ø Barang
Atau Jasa
Ø Perhatian
kepada sesama
Ø System
Distribusi
Ø Kepuasan
kedua pihak
4. Konsep Dasar Ekonomi
Islam
Islam sebagai agama merupakan konsep
yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam
hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun dalam hubungan sesama
manusia (Hablumminannas). Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu :
Aqidah : komponen ajaran Islam yang
mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus
menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka
bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang
mendapat amanah dari Allah.
Syariah : komponen ajaran Islam yang
mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah
(habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan
aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri
meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau
harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.
Akhlaq : landasan perilaku dan
kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat
berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut
memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan "Tdaklah
sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah" Cukup
banyak tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang antara
lain secara garis besar adalah sebagai berikut :
• Islam menempatkan fungsi uang
semata-mata sebagai alat tukar dan bukan
sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi
mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada
adalah bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai
uang untuk menukar dengan barang.
• Riba dalam segala bentuknya
dilarang bahkan dalam ayat Alquran tentang
pelarangan riba yang terakhir yaitu surat Al Baqarah ayat 278-279
secara tegas.
• Larangan riba juga terdapat dalam
ajaran kristen baik perjanjian lama maupun
perjanjian baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman
pada orang lain tanpa meminta bunga sebagai imbalan.
• Tidak memperkenankan berbagai
bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian termasuk
didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi
masyarakat.
• Harta harus berputar (diniagakan)
sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah sangat
tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh
karenanya bagi mereka yang mempunyai harta yang tidak produktif akan dikenakan
zakat yang lebih besar dibanding jika diproduktifkan.
• Dalam berbagai bidang kehidupan
termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara transparan dan adil atas
dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun.
• Adanya kewajiban untuk melakukan
pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat tunai dan adanya
saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi akuntansi dan notaris).
• Zakat sebagai instrumen untuk
pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang merupakan hak orang lain yang
memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk
mengeluarkan infaq dan shodaqah sebagai manifestasi dari pentingnya pemerataan
kekayaan dan memerangi kemiskinan.
C.
PANDANGAN
ISLAM TETANG SYIRKAH DAN RIBA
A. SYIRKAH
1.
Pengertian Syirkah
Kata
syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyaraku
(fi’il mudhari), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar) ; artinya
menjadi sekutu atau serikat (Kamus Al-Munawwir, halaman 765). Menurut arti asli
bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atu
lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan
bagian lain (An-Nabhani,1990:146). Adapun menurut syariat, syirkah adalah satu
akad antara dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan
tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani,1990:146)
2.
Hukum dan Rukun Syirkah
1.
Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya ja’iz (mubah), berdasarkan
dalil Hadis Nabi Muhammad SAW berupa taqrir (pengakuan) beliau terhadap
syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah
bermuamalah dengan cara bersyirkah dan nabi membenarkannya. Nabi Muhammad SAW
bersabda sebagaimana dituturkan Abu Hurairahra:
قا ل الله تعا ل انا ثا لث الشريكين
ما لم يخن احد هما صا حبه فاذا خا نه خرجتت من بينهما (رواه ابو داود والحا
كم)
Allah’Azza
wa Jalla telah berfirman : Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang
bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah
satunya berkhianat, aku keluar dari keduanya (HR Abu Dawud al-Baihaqi dan
ad-Daruquthni)
2. Rukun
Syirkah ada 3 (tiga), yaitu :
·
Akad (ijab
kabul), disebut juga shighat
·
Dua pihak yang
berakad (aqidani), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) dan melakukan
tasharruf (pengelolaan harta)
·
Obyek akad
(mahal), disebut juga ma’qud’alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan atau
modal (mal) (Al-Jaziri,1996:69;Al-Khayyath,1982:76;1989:13
3.
Macam-macam Syirkah
Berdasarkan kajian terhadap berbagai hukum syirkah dan
dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam Islam: yaitu: (1) syirkah man; (2) syirkah inân (3) syirkah abdan; ; (4) syirkah wujûh; dan (5)
syirkah mufâwadhah. semua itu
adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang memenuhi
syarat-syaratnya.
a.
Syirkah man
Syirkah
man adalah dua orang berkongsi dalam suatu urusan tertentu, tidak di dalam
semua harta mereka, misalnya bersekutu dalam dalam membeli suatu barang. Hal
demikian hukumnya boleh.[5]
b.
syirkah inân
syirkah antara dua pihak atau
lebih yang masing-masing memberi kontribusi kerja ('amal) dan modal (mâl).
Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil As-Sunnah dan Ijma Sahabat. Contoh
syirkah inân: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis
properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan
konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam
syirkah tersebut.
Menurut mazhab Maliki dan Syafi’i, syirkah ini syah dengan syarat modal
keduanya satu macam, lalu dijadikan satu sehingga tidak dapat dibedakan lagi
mana barang seseorang dan mana milik yang lain. Adapun kalau modal mereka sama
tetapi salah seorang diantara mereka mensyarakatkan supaya memperoleh lebih
banyak laba , maka syirkah menjadi batal. Berbeda dengan pendapat Imanm Hanafi,
syirkah demikian adalah syah, meskipun yang mensyaratkan itu baru dalam masalah
perniagaan serta lebih banyak.[6]Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus
berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil,
tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung
nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad. Keuntungan didasarkan pada
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha
(syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%,
maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur
Razaq dalam kitab Al-Jâmi‘, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata,
"Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan
atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).[7]
c.
syirkah abdan
Syirkah 'abdan
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan
konstribusi kerja ('amal), tanpa konstribusi modal (mâl) yang
hasilnnya mereka bagi sama rata. Konstribusi
kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis)
ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir,
pemburu, nelayan, dan sebagainya). Hukumnya adalah sah menurut Mazhab
Maliki dengan syarat mereka harus berserikat dalam satu pekerjaan dan
disatu tempat. Menurut Mazhab Hanafi boleh saja meskipun pekerjaan berbeda
pekerjaan dan tempatnya. Mazhab Hambali membolehkan dalam segala hal. Adapun
pendapat Madzhab Syafi’i: Syirkah abdan adalah batal.[8]
d.
syirkah wujûh
syirkah wujuh adalah berserikat dua orang
terkemuka atau lebih untuk membeli suatu barang perniagaan dengan harta yang
ditangguhkan untuk mereka jual lagi dan keuntungannya dibagi di antara mereka.
Hukumnya adalah syah. Dengan syarat tidak ada modal, dan salah seorang diantara
mereka mengatakan kepada yang lain “kami berserikat atas barang yang dibeli
oleh salah seorang kita dalam suatu tanggungn bersama. Contohnya,
e.
syirkah mufâwadhah
menurut pendapat Mazhab
Hanafi syirkah mufawadhah ialah dua orang berserikat pada suatu usaha yang
mereka miliki, seperti emas dan mata uang, dan harus bersamaan modalnya. Oleh
karena itu, menurutnya jika modalnya tidak sama perkongsian menjadi tidak sah.
Setiap keuntungan yang diperoleh salah seorang diantara mereka menjadi milik
mereka berdua, dan setiap hal yang dijaminkan oleh salah seorang diantara
mereka dari harta rampasan atau lainnya menjadi penjamin dari yang lain.
Madzhab Maliki berpendapat:
dalam syirkah muafadhah boleh tidak sama besar modalnya, dan keuntungan dibagi
meneurut perbandingan persentase masing-masing modal yang ditanam.
Masing-masing menjadi penjamin terhadap yang lain, tetapi tidak dalam masalah
rampasan. Tidak ada perbedaan antara modal yang ditanam baik berupa barang
maupun uang. Juga tidak dibedakan antara menjadikan perkongsian tersebut semua
harta yang dimiliki atau sebagiannya saja untuk usaha, serta sama saja antara
harta mereka apakah dicampur menjadi satu sehingga tidak dapat dibedakan atau
dapat dibedakan sesudah dicampur menijadi satu, dan kekuasaan berada pada
keduanya. Menurut pendapat Hanafi Syirkah hukumnya tetap sah meskipun harta
masing-masing perkongsian berada di tangannya dan tidak dikumpulkan.
Adapun pendapat madzha Syafi’i dan Hambali bahwa syirkah demikian tidak
sah. Menurut mazhab Syafi’i: dan tidak ada perkongsian muafadhah (hukumnya
batal).
B. RIBA
1. Makna Riba
Dari segi bahasa, riba berarti tambahan atau kelebihan.
Sedangkan dari segi istilah para
ulama beragam dalam mendefinisikan riba. Definsi yang sederhana dari riba
adalah ; pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, secara bathil. Definisi lainnya dari riba adalah ; segala
tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang
dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Intinya adalah, bahwa riba
merupakan segala bentuk tambahan atau kelebihan yang diperoleh atau didapatkan
melalui transaksi yang tidak dibenarkan secara syariah. Bisa melalui “bunga”
dalam hutang piutang, tukar menukar barang sejenis dengan kuantitas yang tidak
sama, dan sebagainya. Dan riba dapat tejadi dalam semua jenis transaksi
maliyah.
2.
Pandangan Islam tentang riba
Semua ulama sepakat,
bahwa riba merupakan dosa besar yang wajib dihindari dari muamalah setiap
muslim. Bahkan Sheikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Bunga Bank Haram
mengatakan, bahwa tidak pernah Allah SWT mengharamakaan sesuatu sedahsyat Allah
SWT mengharamakaan riba.(dalam QS. 2 : 275 – 281). Hal ini karena begitu
buruknya amaliyah riba dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat. Dan cukuplah
menggambarkan bahaya dan buruknya riba, firman Allah SWT dalam QS Al- Baqarah
ayat 275, yaitu:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ
إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang
yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seiperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu
karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba. Dan
Allah menghalalkan jual beli serta mengharamakaan riba. Maka barangsiapa yang
telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari
memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya
terserah kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi
mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Dalam hadits, Rasulullah SAW juga mengemukakan
:
Dari Abu
Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang
membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara tersebut wahai
Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamakaan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, mamakan
harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada
wanita-wanita mu'min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat
(MuttawaqunAlaih).
Terlalu banyak
sesungguhnya dalil baik dari Al-Quran maupun sunnah, yang menggambarkan
buruknya riba, berikut adalah ringkasan dari beberapa dalil mengenai riba :
1.)
Orang yang memakan riba, diibaratkan seperti orang yang tidak bisa
berdiri melainkan seperti berdirinya orangyang kemasukan syaitan, lantaran
(penyakit gila). (QS. 2 : 275).
2.)
Pemakan riba, akan kekal berada di dalam neraka. (QS. 2 : 275).
3.)
Orang yang “kekeh” dalam bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh
Allah dan rasul-Nya. (QS. 2 : 278 – 279).
4.)
Seluruh pemain riba; kreditur, debitur, pencatat, saksi, notaris dan
semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat dari Allah dan rasul-Nya. Dalam
sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW melaknat
pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksisaksinya.” Kemudian
beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)
5.)
Suatu kaum yang dengan jelas “menampakkan” (baca ; menggunakan) sistem
ribawi, akan mendapatkan azab dari Allah SWT. Dalam sebuah hadtis diriwayatkan
: “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Tidaklah
suatu kaum menampakkan (melakukan dan menggunakan dengan terang-terangan) riba
dan zina, melainkan mereka menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab dari
Allah.” (HR. Ibnu Majah)
6.) Dosa
memakan riba (dan ia tahu bahwa riba itu dosa) adalah lebih berat daripada tiga
puluh enam kali perzinaan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah
bin Handzalah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham riba yang
dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada
tiga puluh enam kali perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).
7.)
Bahwa tingkatan riba yang paling kecil adalah seperti seoarng lelaki
yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari
Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu tujuh puluh
tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang
lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri."(HR.Hakim Ibnu
Majah dan Baihaqi)
D. PANDANGAN ISLAM TENTANG BANK
Sudah
kita ketahui bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pandangan islam tentang bank
tentunya bermacam macam ada yang membolehkan dengan berbagai syarat dan ada
yang mengharamkan. Konsep pengharaman bank
karena konsep sama saja dengan konsep bunga .
Dibawah ini adalah pandangan Bank
konvensional, Ada yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkan(
menghalalkan).
1.
PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN BANK KONVENSIONAL
Jumhur (mayoritas) ulama mengharamkan bank konvensional
karena adanya praktek bunga bank yang secara prinsip sama persis dengan riba.
Baik itu bunga pinjaman, bunga tabungan atau bunga deposito.
a.
PRAKTIK PERBANKAN YANG DIHARAMKAN
Praktik perbankan konvensional yang haram adalah:
(a) menerima tabungan
dengan imbalan bunga, yang kemudian dipakai untuk dana kredit perbankan dengan
bunga berlipat.
(b) memberikan kredit dengan bunga yang ditentukan;
(c) segala praktik hutang piutang yang mensyaratkan
bunga.
b. ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHARAMKAN BANK
KONVENSIONAL
1. Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi
Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir
menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman
semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.
2. Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI
yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22
Desember 1985;
3. Majma’
Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di
Makkah, 12-19 Rajab 1406
4. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia,
1979;
5. Keputusan
Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999
6. Majma’ul
Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
7. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai
dengan syari’ah.
8. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun
1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa sistem perbankan konvensional tidak sesuai
dengan kaidah Islam.
9. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun
1992 di Bandar Lampung.
10. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia
tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember
2003.
11. Keputusan
Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004, 28
Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.
2. PENDAPAT HALALNYA BANK KONVENSIONAL
Beberapa alasan para ulama ahli fiqih yang menghalalkan
bank konvensional adalah (a) bunga bank bukanlah riba yang dilarang seperti
yang disebut dalam Quran dan hadits; (b) riba adalah bunga yang berlipat ganda;
sedang bunga pinjaman bank tidaklah demikian.
a. ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHALALKAN BANK
KONVENSIONAL
1. Syekh
Al-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi menilai bunga bank bukan riba dan halal.
2. Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir. dalam buku Sikap Syariah Islam terhadap Perbankan
3.
Keputusan Majma
al-Buhust al-Islamiyah 2002 membahas soal bank konvensional.
4. A.Hasan Bangil, tokoh Persatuan Islam
(PERSIS), secara tegas menyatakan bunga bank itu halal.
5. Dr.Alwi Shihab dalam wawancaranya dengan Metro
TV berpendapat bunga bank bukanlah riba dan karena itu halal.
b. ALSAN ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHALALKAN
BANK KONVENSIONAL
1. Menurut Sayyid
Muhammad Thanthawi bank konvensional/deposito itu halal dalam berbagai
bentuknya walau dengan penentuan bunga terlebih dahulu.
Menurutnya, di samping penentuan tersebut
menghalangi adanya perselisihan atau penipuan di kemudian hari, juga karena
penetuan bunga dilakukan setelah perhitungan yang teliti, dan terlaksana antara
nasabah dengan bank atas dasar kerelaan mereka.
2. Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir mengatakan,
“Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang
dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada kekuatan perekonomian tanpa
ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga
mengatakan, “Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan
amal-amal ribawi yang dilarang Al-Qur’an yang Mulia. Karena bunga bank adalah
muamalah baru, yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang
terdapat dalam Al-Qur’an tentang pengharaman riba.”
3. Isi keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah
2002:
"Mereka yang bertransaksi dengan atau bank-bank konvensional dan
menyerahkan harta dan tabungan mereka kepada bank agar menjadi wakil mereka
dalam menginvestasikannya dalam berbagai kegiatan yang dibenarkan, dengan
imbalan keuntungan yang diberikan kepada mereka serta ditetapkan terlebih
dahulu pada waktu-waktu yang disepakati bersama orang-orang yang bertransaksi
dengannya atas harta-harta itu, maka transaksi dalam bentuk ini adalah halal
tanpa syubhat (kesamaran), karena tidak ada teks keagamaan di dalam Alquran
atau dari Sunnah Nabi yang melarang transaksi di mana ditetapkan keuntungan
atau bunga terlebih dahulu, selama kedua belah pihak rela dengan bentuk
transaksi tersebut."
Allah berfirman: "Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil.
Tetapi (hendaklah) dengan perniagaan yang berdasar kerelaan di antara kamu.
(QS. an-Nisa': 29).
E .
PRINSIP DAN KONSEP BANK ISLAM
A. PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK ISLAM
Prinsip dasar sistem ekonomi Islam
akan menjadi dasar beroperasinya bank Islam yaitu yang paling menonjol adalah
tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk
tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan /
kerjasama(mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman
uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
Didalam menjalankan operasinya fungsi bank Islam akan terdiri dari:
• Sebagai penerima amanah untuk
melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening
investasi / deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan
investasi bank.
• Sebagai pengelola investasi atas
dana yang dimiliki oleh pemilik dana / sahibul mal sesuai dengan arahan
investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak
sebagai manajer investasi)
• Sebagai penyedia jasa lalu lintas
pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah
• Sebagai pengelola fungsi sosial
seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (
fungsi optional ) .
Dari fungsi tsb maka produk bank
Islam akan terdiri dari :
• Prinsip mudharabah yaitu
perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana / sahibul
mal dan pihak kedua sebagai pengelola dana / mudharib untuk mengelola suatu
kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan
diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah resiko pemilik dana sepanjang
tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang
tidak amanah (misconduct). Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada
mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah dimana
mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi
yang dikehendaki, sedangkanjenis yang lain adalah mudharabah muqayyaddah dimana
arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak
sebagai pelaksana/pengelola.
• Prisip Musyarakah yaitu
perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan
ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian
sesuai nisbah yang disepakati . Musyarakah dapat bersifat tetap
atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir
masa proyek.
• Prinsip Wadiah adalah
titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua
selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat
diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi
wadiah ya dhamanah yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan
dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima
titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada
kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, sedang disisi lain wadiah
amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk
mendayagunakan barang/dana yang dititipkan.
• Prinsip Jual Beli (Al Buyu') yaitu
terdiri dari :
Murabahah yaitu akad
jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga
jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi
penjual. Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga secara bayar tangguh
atau bayar dengan angsuran.
Salam yaitu pembelian
barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian
Ishtisna' yaitu pembelian
barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan
pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka sekaligus atau secara bertahap.
• Jasa-Jasa terdiri dari :
Ijarah yaitu kegiatan
penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila terdapat
kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiya
bi tamlik(sama dengan operating lease)
Wakalah yaitu pihak
pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan
tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.
Kafalah yaitu pihak
pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak
kedua sepanjang sesuai dengan yang diperjanjikan dimana pihak pertama menerima
imbalan berupa fee atau komisi (garansi).
Sharf yaitu
pertukaran /jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera /spot
berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran
• Prinsip Kebajikan yaitu
penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat infaq shodaqah dan
lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu penyaluran dan dalam bentuk
pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif
tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.
KESIMPULAN
Dari
Pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :
1.
Perkembangan ekonomi islam mengalami
kesetabilan hingga terpecah menjadi 3 mazhab yaitu mazhab Baqir al sadr, mazhab
mainstream, dan mazhab alternatef.
2.
Paham
ekonomi islam di bagi menjadi 3 yaitu paham kapitaslis, paham sosialis dan
paham campuran , agama islam mengambil jalan yang benar yaitu paham dari
kapitalis yang menguntungkan dan paham dari sosialis yang menguntungkan atau
sering di sebut ( campuran ).
3.
Ekonmi
adalah ilmu yang mempelajari tingklah laku Manusia Dalam mengalokasikan sumber
daya secara efisiaen.
4.
Ekonomi
islam adalah ilmu ekonomi yang di landasi oleh ajaran agama islam agar dalam
megalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan syariat dan ajaran.
5.
Syirkah
adalah akad antara dua belah pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan
suatu usaha dengan tujauan memperoleh keuntuntungan untuk dua belah pihak.
6.
Riba
adalah pengambilan harta pokok atau modal secara Batil. Riba ini di
haramkan Dalil ( Qs al Baqarah ayat 275
)
7.
Pandangan
islam tentang Bank banyak kontrofesi antara dua belah pihak, ada yang
mengharamkan Bank da nada pula yang mengahalalkan Bank, tetntunya ada Syarat
dan ketentuan jika bank Itu di katakana halal. Dari kebanyakan Pandangan dapat
di simpulakn bahwa Bank yang di halalkan adalah konsep syariah ( bank syariah)
dan bank yang di haramkan adalah dengan konsep bunga.
8.
Prinsip
ekonomi Bank islam , Bank islam tidak
mengenal Konsep bunga , dalam Bank islam yang di junjung tinggi adalah adanya
pembagian hasil yang jelas ( syirkah) hal tersebut karena adanya kesepakatan
sehingga tidak merugikan nasabah ataupun Bank .
Selain itu semoga kita selalu di limpahkan syafaat oleh Alloh Swt
supaya terhindar dari perbuatan Riba dan yang di haramkannya, Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita, dan berguna bagi kita semua . amin
DAFTAR PUSTAKA
Qashrul,Arifin,”kajian masalah
riba” Yogyakarta.
Kristiyanto, ranadi,” Konsep
pembiayaan dengan prinsip Syariah”. Semarang . 2008
Slamet,aam dkk,” Riset Ekonomi
Islam ; peluang dan tantangan “
Baraba, Ahmad,” Prinsip dasar
Perbankan islam Syariah” tesis . uin semarang
Dr Al subaly, Yusuf,” Pengantar
Fiqih muamalat dan aplikasinya dalam ekonomi madani.
Maulana,
rizki ,’ Haikat riba , hokum dan Bahaya